Senin, 04 Juli 2011

Angka Kemiskinan Menurun Tipis 2011

Laurens Bahang Dama
Dalam prognosa APBN  Semesester II 2011, pemerintah memperkirakan semakin membaiknya peningkatan pertumbuhan ekonomi dan volume perdagangan dunia. Pemerintah juga menjelaskan bahwa perbaikan ekonomi tersebut, tercermin pada rendahnya volatilitas nilai tukar rupiah dan terkendalinya inflasi. Namun secara observatif, jika kita melihat kondisi kekinian, maka ada beberapa persoalan krusial yang justru menjadi penghambat laju pertumbuhan ekonomi yang mesti di fikirkan pemerintah.

Saat ini pemerintah berhadap-hadapan dengan ancaman inflasi. Ancaman inflasi ini terkait wacana menaikkan harga BBM bersubsidi dan meningkatnya harga beberapa komponen pangan. Berdasarkan data BPS kenaikan bahan pangan saat ini telah mencapai 1,27%. Kondisi ini tentunya akan berdampak atau berkontribusi terhadap membengkaknya inflasi.

Olehnya itu, menurut saya, pemerintah diharapkan bisa mengendalikan kenaikan harga beras jika tak ingin inflasi tidak melampu inflasi bulan Juni ini (0,55%). Ancaman inflasi ini perlu dirisaukan pemerintah, karena saat ini inflasi inti tahunan kita telah mencapai 4,73% (asumsi pemerintah batas inflasi inti 5%).

Jika dilihat secara menyeluruh, kerangka prognosa ekonomi yang semester II APBN 2011, maka kerangka asumsi makro tersebut berorientasi pertumbuhan (angka) an sich. Hal ini dapat dilihat dari sebegitu besarnya pemerintah menaruh harapan pada stabilitas ekonomi global dan capital inflow. Bukan penguatan kapasitas fiskal berbasiskan penerimaan domestik dan pertumbuhan ekspor serta sector ekonomi domestic lainnya (pertanian, energi, industri, dan perdagangan). Hal ini dapat dilihat sebagai bentuk ketidakefektifan pemerintah dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi yang komprehensif serta belum jelasnya grand design ekonomi nasional. Kondisi ini dapat dilihat dari beberapa dimensi :

Pertama : Ketika negara lain mengalami kenaikan pertumbuhan, tidak serta merta Indonesia juga mengalami percepatan pertumbuhan, oleh pemerintah selalu dikatakan ada faktor lain (selain faktor global) mengapa pertumbuhan tidak mencapai target maksimal? Artinya, pemerintah tidak memiliki standar dan desain jelas terkait upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Ketiga : Pada sisi yang lain, ketergantungan terhadap kondisi luar negeri juga mengabaikan makna dan potensi pertumbuhan yang disokong oleh produksi dan jual beli yang terjadi dalam negeri

Dalam prognosa APBN semester II 2011, pemerintah semestinya memperhatikan beberapa hal. Diantaranya adalah sinergisitas penyerapan anggaran dan pertumbuhan sector riil. Setiap pergerakan digit eknomi, sejatinya berimplikasi terhadap perbaikan sector riil. Selama ini, pertumbuhan ekonomi kita tidak singkron dengan kondisi ekonomi factual. 


Berdasarkan data BPS, jumlah penduduk miskin turun 1 juta jiwa selama periode Maret 2010-Maret 2011, lebih rendah dibandingkan dengan penurunan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 1,51 juta jiwa.  Data ini sebenarnya menunjukkan buruknya kinerja ekonomi pemerintah pada semester I  2011. Dengan demikian dapat kita simpulkan beberapa poin :


Dengan indikasi data yang dilaporkan BPS tersebut, menggambarkan bahwa kinerja pemerintah dalam memacu laju pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh signifikan terhadap sektor riil.

Apalagi bila penurunan angka kemiskinan tahun lalu jauh lebih baik dari tahun ini. Data BPS tersebuk juga menggambarkan bahwa terjadi penurunan prestasi kinerja ekonomi pemerintah.

Jika kita analisa, rendahnya penurunan angka kemiskinan ini lebih disebabkan oleh konsentrasi pembangunan ekonomi yang lebih memprioritaskan sektor ekonomi padat modal. Pemerintah saat ini selalu berdalih bahwa kita perlu menjaga stabilitas pasar uang. Sementara sektor ini tidak berdampak riil dan signifikan terhadap penciptaan lapangan kerja.

Jika kita analisa, rendahnya penurunan angka kemiskinan ini lebih disebabkan oleh konsentrasi pembangunan ekonomi yang lebih memprioritaskan sektor ekonomi padat modal. Pemerintah saat ini selalu berdalih bahwa kita perlu menjaga stabilitas pasar uang. Sementara sektor ini tidak berdampak riil dan signifikan terhadap penciptaan lapangan kerja dan penurunan angka kemiskinan.

Jika pertumbuhan ekonomi kita membaik (6,5% berdasarkan data BPS), semestinya berpengaruh terhadap penurunan tingkat pengangguran dan kemiskinan. Karena asumsinya adalah, setiap pertumbuhan ekonomi 1%, memberikan kontribusi penyediaan 400.000 lapangan pekerjaan. Dengan asumsi ini berarti tingkat kemiskinan kita semestinya menurun seiring terus membaiknya pertumbuhan ekonomi. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar