Senin, 18 Juli 2011

Catatan Saya Untuk RAPBN-P 2011

Pertumbuhan Ekonomi yang berkualitas
Oleh : Laurens B Dama

Menurut hemat saya, pertumbuhan ekonomi saat ini, belum benar-benar berakar dari penguatan sendi-sendi ekonomi nasional. Pasalnya, selama ini, pemerintah berdalih bahwa pertumbuhan ekonomi kita membaik karena lebih didorong oleh capital inflow. Padahal, jika sewaktu-waktu terjadi pembalikan arus modal asing secara mendadak (sudden reversal), maka akan sangat riskan mengganggu dinamitas pertumbuhan perekonomian nasional. Untuk itu hemat saya, kebergantung yang teramat pada kondisi ekonomi eksternal (global) seolah menggambarkan bahwa pemerintah belum memiliki strategi yang baik untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Hal ini dapat dilihat dari kualitas pertumbuhan ekonomi pada semester I  2011, dimana pertumbuhan ekonomi naik menjadi 6,1 % tetapi disaat yang sama inflasi nasional pun melejit hingga 6,7% melampaui asumsi makro APBN 2011 5,3 ± 1%.  Kondisi ini menggambarkan bahwa pertumbuhan ekonomi pada semester I belum mencerminkan pertumbuhan yang sehat. Olehnya itu, saya mengusulkan agar sejatinya asumsi pertumbuhan ekonomi yang ditetapkan dalam RAPBN-P 2011 sebesar 6,5 lebih didorong dan difokuskan pada sector-sektor ekonomi padat karya yang berbasiskan sendi-sendi ekonomi nasional dan tidak semata bergantung dan berdalih dibalik sektor ekonomi pasar uang semata.

Pertumbuhan ekonomi yang berkualitas adalah yang dapat menggerakkan sector riil dan mampu menciptakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya dalam rangka menekan tingkat kemiskinan. Data BPS yang menggambarkan bahwa pada semester I 2011, pemerintah hanya mampu mendorong tingkat kemiskinan  sebanyak 1 juta orang. Sementara pada periode yang sama di tahun 2010, kemiskinan dapat ditekan hingga 1,5 juta orang. Menurut hemat saya, pertumbuhan ekonomi yang tidak berkualitas ini, lebih disebabkan oleh struktur perekonomian yang semakin didominasi dan dihegemoni oleh sektror non tradable. Struktur perekonomian yang didominasi oleh sektor non tradable ini, membuat upaya menurunkan kemiskinan menjadi sulit dilakukan oleh pemerintah. Olehnya itu menurut Fraksi PAN, pertumbuhan ekonomi, sebaiknya didorong dan dimaksimalisasikan pada sector tradable. Karena sektor ini berdasarkan berbagai riset dan kajian para ahli atau ekonom, dapat mendorong tingkat kemiskinan 7 kali lipat bila dibandingkan dengan sektor non tradable.

Terkait SPN 3 bulan dalam RAPBN-P 2011, untuk mengantisipasi pembalikan arus modal secara mendadak dan serentak (sudden reversal), pemerintah menyiapkan skenario mengantisipasi kemungkinan buruk tersebut. Hal ini terlihat pada Rancangan Undang Undang tentang APBN-P 2011 Pasal 36-A. Dalam RUU APBN-P 2011 tersebut pemerintah menyodorkan pasal baru yang mengatur antisipasi bila terjadi pembalikan dana asing dengan menggunakan dana SAL untuk mendukung stabilisasi pasar SBN domestik. Menurut hemat saya, sebaiknya, dana SAL tersebut diperuntukkan bagi maksimalisasi penguatan pembangunan infrastruktur. Karena dana SAL merupakan sisa anggaran lebih yang bersumber dari rendahnya penyerapan anggaran K/L untuk pembangunan infrastruktur. Olehnya itu, sebaiknya dana SAL diperuntukkan bagi pembangunan infrastruktur dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Sementara itu, untuk mengantisipasi terjadinya sudden reversal, pemerintah bisa menggali sumber-sumber pendapatan lain atau yang berasal dari hasil pengetatan fiskal.Hal ini perlu dilakukan karena, negara yang pertumbuhan ekonominya baik adalah yang selalu didukung oleh belanja infrastruktur yang maksimal

Dalam asumsi makro APBN-P 2011 juga, ditetapkan asumsi inflasi nasional sebesar 5,65%. Saya mengusulkan agar untuk saat ini pemerintah mesti ekstra kerja keras dalam rangka menjaga dan menekan kemungkinan-kemungkinan membengkaknya inflasi sebagaimana yang terjadi pada Semester I APBN 2011. Hal ini karena, saat ini kita diperhadapkan pada beberapa kondisi kritis yang dapat memicu inflasi. Kemungkinan-kemungkinan tersebut misalnya, terkait dengan melejitnya harga beberapa komponen pangan serta desakan dan dilemma BBM bersubsidi. Menurut Fraksi PAN, bila kedua kondisi ini tidak disikapi secara tegas, maka laju inflasi bisa melampaui asumsi pemerintah pada APBN-P 2011. Terkait dua kemungkinan dan potensi inflasi itu, jika kita kaitkan dengan data BPS, maka bila harga BBM bersubsidi naik 10%, atau Rp 500 tahun ini, akan berkontribusi pada inflasi sebesar 1%. Dan setiap kenaikan 1 % inflasi batas garis kemiskinan akan terkerek menjadi 1,5%. Hitungan BPS ini berdasarkan pendekatan pemenuhan kebutuhan dasar semisal BBM dan beras. Dengan demikian jika kita me-review berdasarkan data BPS tersebut, maka bila inflasi sulit dikendalikan, akan terjadi poenambahan jumlah kemiskinan sebesar 100.000-200.000 orang. Menurut saya, sebaiknya pemerintah mengambil langkah tegas dalam rangka meminimalisasi risiko inflasi yang disebabkan oleh dua kemungkinan dimaksud, agar inflasi tetap terjaga sebagaimana yang diasumsikan pada APBN-P 2011

Terkait dengan lifting minyak, maka untuk mencapai asumsi RAPBN-P 2011 sebesar 945, Dalam re-view saya agar pemerintah dapat merevitalisasi kembali sumber-sumber minyak yang selama ini belum dimaksimalkan dengan baik. Hal tersebut juga dapat dilakukan secara optimal untuk menjadikan lifting sebagai salah satu sumber pendapatan strategis nasional. Demikian juga tetap berupaya untuk mengeksplorasi sumber energi baru dalam mendorong diversifikasi energi untuk meminimalisasi kebergantungan pada energi BBM yang berlebihan. Jika diversifikasi energi ini tidak dilakukan, maka kebergantungan pada energi BBM akan menyebabkan pemerintah terus berhutang dalam rangka memenuhi kuota kebutuhan akan energi BBM yang selama ini belum dapat dipenuhi oleh target lifting nasional. Untuk meningkatkan lifting minyak, maka pemerintah sejatinya memfokuskan perhatian pada permasalahan percepatan infestasi dan operasional pada berbagai lapangan minyak. Terutama terkait dengan permasalahan pembebasan lahan serta belum dioptimalkannya sumur-sumur baru, dan keterbatsan teknologi pendukung. 

Dengan asumi sebagaimana yang telah saya sampaikan di atas, pertumbuhan ekonomi kita bisa sprint, tapi juga mampu menggerakan sektor riil dan menciptakan kesempatan kerja yang luas dan menekan tingkat kemiskinan lebih rendah lagi. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar