Selasa, 14 Juni 2011

Menyoal Pertumbuhan Ekonomi 2012

Jakarta-Dalam acara diskusi yang digelar Televisi Republik Indonesia (TVRI) Rabu (9/6) dengan tema asumsi makro APBN 2012, Laurens Bahang Dama anggota DPR-RI Komisi XI menyatakan, pertumbuhan ekonomi sebagaimana yang disampaikan pemerintah dalam asumsi makro APBN, mestinya berkorelasi dengan beberapa hal pokok, yaitu perluasan lapangan kerja, dan penurunan angka kemiskinan.
Oleh Laurens dikatakan, saat ini presentase tingkat kemiskinan kita masih tinggi, yakni sebesar 12,5% dari total penduduk Indonesia. Atau jumlah orang miskin di Indonesia hampir mendekati 30 juta jiwa. Belum lagi kelompon near poor atau mereka yang rentan dengan kemiskinan. Deviasi antara penurunan angka kemiskinan dan pengangguran masih tinggi. Artinya, mereka yang sudah bekerja tapi masih saja miskin atau rentan dengan kemiskinan pun bisa menjadi soal serius bagi pemerintah.

Mestinya, dengan asumsi pertumbuhan ekonomi yang optimistik itu, relevan dengan desain pencapaian yang dilakukan pemerintah, yaitu  strategi ekonomi yang berbasiskan perluasan lapangan kerja. Pemerintah lebih baik menekankan sektor ekonomi padat karya (labor intensive). Dengan demikian penyerapan tenaga kerja bisa terjadi. Bukan melulu konservatif dan mengimami investasi asing yang padat modal (capital intensive).
Kritik Laurens dalam acara diskusi live tersebut, jika dilihat dari sandaran ekonomi kita, pemerintah terlalu berlebihan, menaruh harapan pada stabilitas ekonomi global. Hal ini menggambarkan bahwa desain ekonomi nasional belum independen dan masih bersifat simbiotik.

Sejatinya, jika pemerintah benar-benar serius membangunan ekonomi dalam negeri, key words-nya cuma satu, seluruh sumber daya ekonomi kita ditujukan pada peluasan lapangan kerja. Hal ini akan berimplikasi pada dua hal, pengangguran akan berkurang dan secara otomatis tingkat kemiskinan pun akan tertekan. Kata Laurens itu pun bila pemerintah sungguh-sungguh.

Salah satu bentuk kesungguhan pemerintah adalah dengan menggerakkan sektor UMKM secara maksimal. Kata Laurens, pendekatan ekonomi pemerintah saat ini cenderung koorporasi-minded. Padahal UMKM merupakan salah satu sektor ekonomi riil yang paling besar berandil dalam menyerap angkatan kerja.
Saat ini, satu-satunya faktor penghambat bagi UMKM adalah tersumbatnya jalur atau akses untuk mendapatkan modal serta masih besarnya bunga KUR di Indonesia. Social responsibility perbankan kita masih rendah dalam menggerakkan UMKM. Demikian pun pemerintah, belum begitu berani mengintervensi perbankan untuk lebih berpihak pada pelaku UMKM.

Kita bisa melihat Cina, mereka sebegitu ekspansif dan menggeliat di kawasan Asia. Itu karena desain ekonominya jelas. Di sana (Cina), bunga kredit KUR-nya cuma 3%, dan itu langsung diintervensi pemerintah pusat. Hasilnya, produk Cina menjadi raja di hampir seluruh pasar Asia termasuk Indonesia. Meskipun secara demokgrafi penduduk Cina terbilang cukup besar. Tapi mereka mampu memperkecil tingkat pengangguran dan kemiskinan.

Saat ini, siap tidak siap, Indonesia akan menghadapi era masyarakat Ekonomi Asia pada tahun 2015 kelak. Suatu era yang memaksa kita untuk berpacu dan menggerakkan segala sumber daya ekonomi nasional. Jika kondisi perekonomian kita masih biasa-biasa saja seperti hari ini, maka jangan harap kita mampu menjadi kompetitor terbaik di kawasan Asia.*** (MS)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar